Rabu, 15 Juni 2011

SHOLAT GERHANA

Salah satu shalat sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah saw adalah shalat gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengagungkan- Nya.

Aisyah radhiyallahu ’anha berkata, ketika Rasulullah saw masih hidup, pernah terjadi gerhana matahari. Rasulullah saw pun keluar menuju masjid. Beliau berdiri dan bertakbir. Mendengar itu, para sahabat pun berdatangan dan berbaris di belakang beliau. Beliau membaca surah yang panjang kemudian bertakbir. Lalu beliau ruku’ cukup lama, namun waktunya kurang dari waktu bacaan pertama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan membaca, ”Sami’allaahu lima hamidah, Rabbana walakal hamdu (Allah Maha mendengar orang yang memuji-Nya).” Kemudian beliau berdiri lagi dan membaca surah yang panjang, tapi bacaannya lebih pendek dari bacaan pertama. Kemudian beliau saw takbir dan ruku’ yang lamanya lebih pendek dari ruku’ yang pertama. Kemudian beliau mengucapkan ”Sami’allahu liman hamidah, Rabbana walakal hamdu”, kemudian sujud.

Pada rakaat berikutnya, beliau melakukan seperti itu hingga sempurna dengan empat kali ruku dan empat kali sujud. Setelah itu, matahari tampak sebelum beliau pergi. Selanjutnya, beliau saw berdiri dan menyampaikan khutbah kepada jamaah. Setelah memuji Allah dengan puji-pujian yang layak bagi-Nya, beliau bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana matahari atau bulan bukanlah karena kematian seseorang atau kehidupannya. Jika kalian melihat keduanya (matahari dan bulan mengalami gerhana), maka bersegeralah kalian mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)


I. Hukum:
Sunnah Muakkadah, berdasarkan kesepakatan (ijma’) para ulama.

II. Dalil (Landasan Hukum):

Sunnah Rasulullah saw (Hadits):
1. ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah swt. Terjadinya gerhana matahari atau bulan bukanlah karena kematian seseorang atau kehidupannya. Jika kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan bulan), maka bersegeralah kalian mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah radhiyallahu ’Anha).


2. ”Apabila kalian melihat sedikit dari tanda-tanda Allah SWT tersebut (gerhana matahari dan gerhana bulan), maka segeralah berzikir, berdo’a kepada-Nya, dan memohon ampunan-Nya.” (HR. Bukhari, dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ’anhu).


3. ”Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka lakukanlah shalat hingga terang.” (HR. Muslim)




III. Sifat:
1. Pada dasarnya, shalat gerhana (matahari dan bulan) tidak jauh berbeda dari shalat lainnya, lebih mirip dengan shalat subuh, hanya saja dalam shalat gerhana disyariatkan dua kali ruku’ dalam satu raka’at.

2. Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara berjamaah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw bersama sahabat-sahabatnya.


3. Shalat gerhana dilakukan dengan bacaan yang keras (suara jahr)

IV. Cara Pelaksanaan:

1. Pada rakaat pertama, membaca surah Al-Fatihah dan surah yang panjang, seperti surah al-Baqarah atau yang lainnya.

2. Kemudian ruku’ dalam waktu yang lama, lalu bangkit dari ruku’ dengan mengangkat kepala seraya membaca ”Sami’allahu liman hamidah, Rabbana walakal hamdu (Allah Maha mendengar siapa yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, bagimulah segala pujian)”.


3. Setelah berdiri, membaca surah yang panjang (lebih pendek dari sebelumnya), seperti
surah Ali Imran atau selainnya.


4. Kemudian ruku’ lagi (untuk kedua kalinya), dengan ruku’ yang lebih pendek dari sebelumnya. Lalu bangkit dari ruku’ dan membaca ”Sami’allahu liman hamidah, Rabbana walakal hamdu (Allah Maha mendengar siapa yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, bagimulah segala pujian)”.


5. Kemudian bersujud sebanyak dua kali, dengan sujud yang lama.


6. Duduk di antara dua sujud tidak lama.


7. Pada rakaat kedua, hal-hal yang dilakukan tidak berbeda dengan rakaat pertama;bacaan, ruku’ dan sujud yang lama.


8. Setelah itu, duduk tasyahhud lalu salam.


Perhatian:
- Apabila shalat gerhana selesai sebelum gerhana berakhir, maka para jamaah melanjutkan dengan zikir, doa dan istigfar, hingga gerhana berakhir.
- Apabila gerhana telah berakhir ketika orang-orang masih shalat, maka shalat tetap dilanjutkan hingga selesai dan tidak dihentikan, namun dikerjakan lebih cepat.
- Jika diketahui bahwa gerhana tidak akan berlangsung lama, maka pilihlah surah-surah—
yang dibaca setelah Al-Fatihah—yang sesuai (menurut Jumhur ulama).



V. Waktu Pelaksanaan:

1. Sejak mulai terjadinya gerhana hingga selesai. Rasulullah saw bersabda, ”Jika kalian
melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka lakukanlah shalat hingga terang.” (HR. Muslim);
2. Apabila gerhana berakhir sebelum melaksanakan shalat gerhana, maka tidak perlu mengqadha’nya.



VI. Amalan saat Gerhana:
Selain melaksanakan shalat gerhana, dianjurkan pula;
- Memperbanyak zikir dan do’a
- Memperbanyak istigfar (permohonan ampun),
- Memperbanyak sedekah,
- Memperbanyak perbuatan-perbuatan baik lainnya
*) Referensi:
- Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiy (Fikih Sehari-Hari) oleh DR. Saleh Al-Fauzan;
- Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah oleh Syaikh Abdul ’Azhim bin Badri Al-Khalafiy.
- Fiqh As-Sunnah oleh Syaikh Sayyid Sabiq

Selasa, 07 Juni 2011

TIGA ASAS AGAR ILMU BERMANFAAT

1. Jangan engkau mencintai dunia, karena dunia bukan tempat orang-orang beriman menerima Pahala


2. Jangan berteman dengan syetan, karena setan bukan teman orang-orang yang beriman


3. Jangan mengganggu seseorang, karena mengganggu orang lain bukanlah pekerjaan orang-orang yang ber iman.


Senin, 30 Mei 2011

ciri-ciri orang munafik

Ciri-ciri orang munafik

1. Dusta

Hadith Rasulullah yang diriwayatkan Imam Ahmad Musnad dengan sanad Jayid: "Celaka baginya, celaka baginya, celaka baginya. Iaitu SESEORANG YANG BERDUSTA AGAR ORANG2 TERTAWA."

Di dalam kitab Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim), Rasulullah SAW bersabda: "Tanda orang munafik ada 3, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta."

2. Khianat


sabda Rasulullah SAW:

"Dan apabila berjanji, dia berkhianat." Barangsiapa memberikan janji kepada seseorang, atau kepada isterinya, anaknya, sahabatnya, atau kepada seseorang dengan mudah kemudian dia mengkhianati janji tersebut tanpa ada sebab uzur

syar'i maka telah hinggap pada dirinya salah satu tanda kemunafikan.

3. Fujur dalam pertikaian

sabda Rasulullah SAW:
"Dan apabila bertengkar (bertikai), dia melampau"

4. Ingkar Janji
sabda Rasulullah SAW:
"Tanda orang munafik ada 3: jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia berkhianat." (HR. Bukhari Muslim)


5. Malas Beribadah
Firman Allah SWT:
"...Dan apabila mereka berdiri untuk solat, mereka BERDIRI DENGAN MALAS..." (An-Nisa': 142)
Jika orang munafik pergi ke masjid/surau, dia menyeret kakinya seakan-akan terbelenggu rantai. Oleh kerana itu, ketika sampai di dalam masjid/surau dia memilih duduk di shaf yang paling akhir. Dia tidak mengetahui apa yang dibaca imam dalam solat, apalagi untuk menyemak dan menghayatinya.


6. Riya'


Di hadapan manusia dia solat dengan khusyuk tetapi ketika seorang diri, dia mempercepatkan solatnya. apabila bersama orang lain dalam suatu majlis, dia tampak zuhud dan berakhlak baik, demikian juga pembicaraannya. Namun, jika dia seorang diri, dia akan MELANGGAR HAL-HAL YANG DIHARAMKAN Allah SWT.


7. Sedikit Berzikir

Firman Allah SWT:
"...Dan apabila mereka berdiri untuk bersolat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan solat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah SWT kecuali sedikit sekali. (An-Nisa': 142)


8. Mempercepat Solat
Mereka (orang2 munafik) adalah orang yang mempercepatkan solat tanpa ada rasa khusyuk sedikit pun. Tidak ada ketenangan dalam mengerjakannya, dan hanya sedikit mengingat Allah SWT di dalamnya. Fikiran dan hatinya tidak menyatu. Dia tidak menghadirkan keagungan, kehebatan, dan kebesaran Allah SWT dalam solatnya.

Hadith Nabi SAW:
"Itulah solat orang munafik...lalu mempercepat empat rakaat (solatnya)"


9. Mencela orang-orang yang Taat dan Soleh

Mereka memperlekehkan orang-orang yang Taat dengan ungkapan yang mengandung cemuhan dan celaan. Oleh kerananya, dalam setiap majlis pertemuan sering kali kita temui orang munafik yang hanya MEMBINCANGKAN SEPAK TERAJANG ORANG2 SOLEH dan orang2 yang konsisten terhadap Al-Quran dan As-Sunnah. Baginya seakan- akan tidak ada yang lebih penting dan menarik selain memperolok-olok orang2 yang Taat kepada Allah SWT


10. Memperolok-olok Al-Quran, As-Sunnah, dan Rasulullah SAW
Termasuk dalam kategori Istihzaa' (berolok-olok) adalah memperolok-olok hal2 yang disunnah Rasulullah SAW dan amalan-amalan lainnya. Orang yang suka memperolok- olok dengan sengaja hal-hal seperti itu, JATUH KAFIR.
Firman Allah SWT:

"...Katakanlah: 'Apakah dengan Allah SWT, Ayat-Ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta maaf, kerana kamu kafir sesudah beriman..." (At-Taubah: 65-66)

11. Bersumpah Palsu

Firman Allah SWT: "Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai..." (Al-Munafiqun: 2, Al-Mujadilah: 16)
Jika seseorang menanyakan kepada orang munafik tentang sesuatu, dia langsung bersumpah. Apa yang diucapkan orang munafik semata-mata untuk menutupi kedustaannya. Dia selalu mengumpat dan memfitnah orang lain. Maka jika seseorang itu menegurnya, dia segera mengelak dengan sumpahnya: "Demi Allah, sebenarnya kamu adalah orang yang paling aku sukai. Demi Allah, sesungguhnya kamu adalah sahabatku.


12. Enggan Berinfak
Orang2 munafik memang selalu menghindari hal2 yang menuntut pengorbanan, baik berupa harta maupun jiwa. Apabila menjumpai mereka berinfak, bersedekah, dan mendermakan hartanya, mereka lakukan kerana riya' dan sum'ah. Mereka enggan bersedekah, kerana pada hakikatnya, mereka tidak menghendaki pengorbanan harta, apalagi jiwa.


13. Tidak menghiraukan nasib Kaum Muslimin
Mereka selalu menciptakan kelemahan2 dalam barisan muslimin. Inilah yang disebut At Takhdzil. iaitu, sikap meremehkan, menakut-nakuti, dan membiarkan kaum muslimin. Orang munafik berpendapat bahawa orang2 kafir lebih kuat daripada kaum muslimin.

14. Suka menyebarkan Khabar Dusta
Orang munafik senang memperbesar peristiwa/kejadian. Jika ada orang yang tergelincir lisannya secara tidak sengaja, maka datanglah si munafik dan memperbesarkannya dalam majlis2 pertemuan. "Apa kalian tidak mendengar apa yang telah dikatakan si fulan itu?" Lalu, dia pun menirukan kesalahan tersebut. Padahal, dia sendiri mengetahui bahawa orang itu mempunyai banyak kebaikan dan keutamaan, akan tetapi si munafik itu tidak akan mahu mengungkapkannya kepada masyarakat.

15. Mengingkari Takdir
Orang munafik selalu membantah dan tidak redha dengan takdir Allah SWT. Oleh kerananya, apabila ditimpa musibah, dia mengatakan: "Bagaimana ini. Seandainya saya berbuat begini, niscaya akan menjadi begini." Dia pun selalu mengeluh kepada sesama manusia. Sungguh, dia telah MENGKUFURI DAN MENGINGKARI QADHA DAN TAKDIR.

16. Mencaci maki kehormatan orang-orang Soleh
Apabila orang munafik membelakangi orang2 soleh, dia akan mencaci maki, menjelek- jelekkan, mengumpat, dan menjatuhkan kehormatan mereka di majlis-majlis pertemuan. Firman Allah SWT:
"...mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan..." (Al-Ahzab: 19)


17. Sering meninggalkan Solat Berjamaah
Apabila seseorang itu segar, kuat, mempunyai waktu luang, dan tidak memiliki uzur say'i, namun tidak mahu mendatangi masjid/surau ketika mendengar panggilan azan, maka saksikanlah dia sebagai orang munafik.

18. Membuat kerosakan di Muka Bumi dengan Dalih Mengadakan Perbaikan
Firman Allah SWT:
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: janganlah kamu membuat kerosakan di muka bumi, mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan kebaikan.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerosakan, tetapi mereka tidak sedar." (Al-Baqarah: 11-12)


19. Tidak ada kesesuaian antara Zahir dengan Batin
Secara Zahir mereka membenarkan bahawa Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah, tetapi di dalam hati mereka, Allah telah mendustakan kesaksian mereka. Sesungguhnya, kesaksian yang tampak benar secara Zahir itulah yang menyebabkan MEREKA MASUK KE DALAM NERAKA. Penampilan zahirnya bagus dan mempersona, tetapi di dalam batinnya terselubung niat busuk dan menghancurkan. Di luar dia menampakkan kekhusyukan, sedangkan di dalam hatinya main-main.


20. Takut terhadap Kejadian Apa Pun
Orang2 munafik selalu diliputi rasa takut. Jiwanya selalu bergoncang, keinginannya hanya selalu mendambakan kehidupan yang tenang dan damai tanpa disibukkan oleh persoalan2 hidup apa pun. Dia selalu berharap: "Tinggalkan dan biarkanlah kami dengan keadaan kami ini, semoga Allah memberikan nikmat ini kepada kami. Kami tidak ingin keadaan kami berubah." Padahal, keadaannya tidaklah lebih baik.


21. Beruzur dengan Dalih Dusta
Firman Allah SWT:
"Di antara mereka ada orang yang berkata: 'Berilah saya izin (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah.' Ketahuilah bahawa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya NERAKA JAHANNAM itu benar- benar meliputi orang-orang yang kafir." (At-Taubah: 49)


22. Menyuruh Kemungkaran dan Mencegah Kemakrufan
Mereka (orang munafik) menginginkan agar perbuatan keji tersiar di kalangan orang2 beriman. Mereka menggembar-gemburkan tentang kemerdekaan wanita, persamaan hak, penanggalan hijab/jilbab. Mereka juga berusaha memasyarakatkan nyanyian dan konsert, menyebarkan majalah2 porno (SEMIPORNO) dan narkotik.

23. Bakhil
Orang2 munafik sangat bakhil dalam masalah2 kebajikan. Mereka menggenggam tangan mereka dan tidak mahu bersedekah atau menginfakkan sebahagian harta mereka untuk kebaikan, padahal mereka orang yang mampu dan berkecukupan.

24. Lupa kepada Allah SWT
Segala sesuatu selalu mereka ingat, kecuali Allah SWT. Oleh sebab itu, mereka sentiasa ingat kepada keluarganya, anak-anaknya, nyanyian2, berbagai keinginan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan duniawi. Dalam fikiran dan batin mereka tidak pernah terlintas untuk MENGINGAT (ZIKIR) ALLAH SWT, KECUALI SEBAGAI TIPUAN SEMATA-MATA.

25. Mendustakan janji Allah SWT dan Rasul-Nya

Firman Allah SWT:
"Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: 'Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami selain tipu daya." (Al-Ahzab: 12)


26. Lebih memperhatikan Zahir, mengabaikan Batin
Orang munafik lebih mementingkan zahir dengan mengabaikan yang batin, tidak menegakkan solat, tidak merasa diawasi Allah SWT, dan tidak mengenal zikir... Pada zahirnya, pakaian mereka demikian bagus menarik, tetapi batin mereka kosong, rosak dan lain2.


27. Sombong dalam Berbicara
Orang2 munafik selalu sombong dan angkuh dalam berbicara. Mereka banyak cakap dan suka memfasih-fasihkan ucapan. Setiap kali berbicara, mereka akan selalu mengawalinya dengan bila UNGKAPAN MENAKJUBKAN YANG MEYAKINKAN AGAR TAMPAK SEPERTI ORANG HEBAT, MULIA, BERWAWASAN LUAS, MENGERTI, BERAKAL, DAN BERPENDIDIKAN. Padahal, pada hakikatnya dia tidak memiliki kemampuan apa pun. Sama sekali tidak memiliki ilmu bahkan lagi terserlah kemunafikannnya.


28. Tidak memahami Ad Din
Di antara "KEISTIMEWAAN" orang2 munafik adalah: mereka sama sekali tidak memahami masalah-masalah agama. Dia tahu bagaimana mengenderai kereta dan mengerti perihal mesinnya. Dia juga mengetahui hal2 remeh-temeh dan pengetahuan- pengetahuan yang tidak pernah memberi manfaat kepadanya meski juga tidak mendatangkan mudharat baginya. Akan tetapi, apabila menghadapi untuk berdialog (bertanya tentang persoalan2 Ad Din (Islam)), dia sama sekali tidak boleh menjawab.


29. Bersembunyi dari manusia dan menentang Allah dengan Dosa
Orang munafik menganggap ringan perkara2 terhadap Allah SWT, menentang-Nya dengan melakukan berbagai kemungkaran dan kemaksiatan secara sembunyi-sembunyi. Akan tetapi, ketika dia berada di tengah-tengah manusia dia menunjukkan sebaliknya: berpura-pura taat
Firman Allah SWT:
"Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahsia yang Allah tidak redhai..." (An-Nisa': 108)


30. Senang dengan Musibah yang menimpa orang-orang Beriman dan Dengki terhadap Kebahagian mereka
Orang munafik apabila mendengar berita bahawa seorang ulama yang soleh tertimpa suatu musibah, dia pun menyebarluaskan berita duka itu kepada masyarakat sambil menampakkan kesedihannya dan berkata: "Hanya Allahlah tempat memohon pertolongan. Kami telah mendengar bahawa si fulan telah tertimpa musibah begini dan begitu... semoga Allah memberi kesabaran kepada kami dan beliau." Padahal, di dalam hatinya dia merasa senang dan bangga akan musibah itu.

Selasa, 29 Maret 2011

Data Persyarikatan Muhammadiyah

Nama Organisasi : Muhammadiyah

Berdiri : 18 Nopember 1912 M
8 Dzulhijah 1330 H

Pendiri : K.H. Ahmad Dahlan

Ketua Umum (2010-2015)
: Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA

Lokasi Awal Berdiri : Kampung Kauman, Yogyakarta

Alamat Kantor Pimpinan Pusat Muhammdiyah :

Yogyakarta: Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jl. Cik Ditiro No. 23 Yogyakarta 55262 Telp. +62 274 553132 Fax.(+62 274 553137


Website: www.muhammadiyah.or.id
E-mail : pp_muhammadiyah@yahoo.com

Jakarta:
Gedung Dakwah Muhammadiyah,
Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62 21 3903021 Fax. +62 21 3903024
Website: www.muhammadiyah.or.id
Email : pp_muhammadiyah@yahoo.com


Jaringan Muhammadiyah
1. Pimmpinan Wilayah (PWM) 2. Pimpinan Daerah (PDM) 3. Pimpinan Cabang (PCM) 4. Pimpinan Ranting (PRM) : : : : 33 Wilayah (Propinsi)
417 Daerah (Kabupaten/Kota)
3.221 Cabang (Kecamatan)
8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)



Majelis-Majelis
: 1. Majelis Tarjih dan Tadjid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4. Majelis Pelayanan Kesehatan Umum (MPKU)
5. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6. Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
8. Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9. Majelis Pemberdayaan masyarakat (MPM)
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)
12. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
Lembaga-Lembaga :
1. Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh
2. Lembaga Hubungan dan Kerjasama International
3. Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
4. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
5. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6. Lembaga Penanganan Bencana
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
Organisasi Otonom :


1. Aisyiyah
2. Pemud Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6. Hizbul Wathan
7. Tapak Suci

Muktamar Muhammadiyah (1912 – 2010) :
Jumlah Ketua Umum (1912 – 2010) :

Data Amal Usaha Muhammadiyah No Jenis Amal Usaha
Jumlah 1 Sekolah Dasar (SD) 1.176
2 Madrasah Ibtidaiyah/Diniyah (MI/MD) 1.428
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1.188
4 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 534
5 Sekolah Menengah Atas (SMA) 515
6 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 278
7 Madrasah Aliyah (MA) 172
8 Pondok Pesantren 67
9 Akademi 19
10 Politeknik 4
11 Sekolah Tinggi 88
12 Universitas 40

Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah 151
13 Perguruan Tinggi Aisyiyah 11
14 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 457
15 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. 318
16 Panti jompo * 54
17
Rehabilitasi Cacat * 82
18 TK Aisyiyah Bustanul Athfal * 2.289
19 Sekolah Luar Biasa (SLB) * 71
20 Masjid * 6.118
21 Musholla * 5.080
22 Tanah * 20.945.504 M²

|<<< 1 2 >>>|

MARI MAKMURKAN MASJID YANG ADA DI DEKAT KITA

Lewat masjid, Rasulullah membangun kultur masyarakat baru yang lebih dinamis, progresif

Tulisan ini, hanya sebagai pengingat bagi kita, Umat Islam, untuk merekonstruksi paradigma terhadap masjid, yang menurut saya, sekarang pandangan sebagian Umat Islam dalam melihat masjid tidak sesuai dengan khittahnya.

"Barang siapa yang membangun rumah Allah (masjid) di dunia, maka Allah akan membangunkannya rumah di surga." (HR Muslim).

Hadits itu jelas sekali maksudnya. Tapi karena kita memahaminya hanya secara harfiah, tanpa mengkaji lagi asbabul wurud (sebab hadits itu diturunkan) sehingga kita mungkin beranggapan:

cukup menjadi panitia pembangunannya, Allah sudah membangunkan kita rumah di surga. Apalagi jika kita melakukan aktivitas shalat jamaah di masjid, memakmurkan masjid.
Tentu hal yang luar biasa.
Padahal paradigma seperti itu keliru.
bayangkanlah, jika pikiran kita seluruhnya sama seperti itu, maka siapa yang akan merawat rumah Allah tersebut. Siapa yang akan memakmurkan masjid tersebut? Padahal, memakmurkan masjid jauh lebih baik dan mempunyai nilai sangat strategis bagi Umat Islam. Di antaranya, ukhuwwah islamiyah Umat Islam dapat terjaga. Di masjid, tidak memandang status sosial. Tidak memandang pangkat, jabatan, kekuasaan, dll, seperti ketika kita berada di kantor, di pasar misalnya. Di sini, di rumah Allah yang mulia, sangat terasa persaudaraan itu. Jika kita ada pada zaman Rasulullah, mungkin rumah kita dibakar oleh Rasulullah karena kita tidak menjalankan shalat jamaah di masjid.

Renungkanlah percakapan antara umi maktum, sahabat Rasulullah yang buta. "Ya Rasulullah adakah rukshah (keringanan) bagi saya untuk tidak melakukan shalat jamaah di masjid."

Rasul menjawab: "Apakah engkau masih mendengar azan?"

Umi Maktum menjawab: "Masih." "Maka wajib bagimu untuk mendatangi masjid itu," jawab Nabi.

Hadits meriwayatkan, hampir-hampir akan dibakar rumah orang yang tidak mau ke masjid untuk shalat jamaah, jika tidak terjadi fitnah.
Pusat Revolusi Peradaban Masjid di zaman Rasulullah mempunyai banyak fungsi, selain tempat ibadah. Itu sebabnya, Rasulullah membangun masjid terlebih dahulu. Untuk mengumpulkan pengikut Rasulullah, tempat yang tepat adalah masjid karena bebas nilai. Hanya nilai kebaikan dalam rangka mengesakan Allah, yang ada di masjid. Madinah dijadikan Rasulullah sebagai prototipe masyarakat berperadaban Islam. Lewat masjid, Rasulullah membangun kultur masyarakat baru yang lebih dinamis, progresif.

Intinya dari masjid awal cahaya Islam menyebar ke seluruh cakrawala dunia. Bagaimana kondisi masjid sekarang? Selain seperti yang saya jelaskan di atas, ada hal yang umumnya terjadi di sebagian masjid kita.

Masjid fungsinya dibatasi, hanya sebagai tempat ibadah.
Salah? Tidak.
kemudian ada lagi permasalahan yang sering saya jumpai di masjid, yaitu ketika ada yang ingin melakukan kegiatan atas nama parpol tertentu, izinnya dipersulit. Bahkan pengurus juga tidak jarang mengatakan: "Masjid bukan tempat orang untuk bicara politik."

Padahal di zaman Rasulullah, justru politik dibicarakan di masjid.

Ada juga persoalan yang sering terjadi jika ada ormas mau mengadakan kegiatan, tetapi mazhabnya berbeda dengan pengurus masjid, maka ormas itu tidak boleh memakai masjidnya.

Tips memakmurkan masjid:

Dari sisi SDM yaitu:

Adakan pelatihan manajemen masjid dengan mengundang ahlinya sehingga diharapkan pengelolanya bisa maksimal mengurus masjid;

Adakan pembinaan terhadap pemuda di sekitar masjid. Diharapkan mereka sebagai suplai SDM nantinya, jika orang tua sudah tidak ada.

Dari sisi program kerja: Buat program kerja yang inovatif. Misalnya, selama satu tahun kepengurusan si Fulan yang ada di masjid hanya acara Shalat Tasbih, yasinan, maulid, kajian kitab kuning. Maka, tambahlah dengan bedah buku, mabit, ESQ, Talk Show, dll. Back to Masjid Kiranya tidak berlebihan, jika hal itu membawa dampak positif yang signifikan bagi kemakmuran masjid maupun masyarakat sekitar.

Apalagi baru saja kita melewati Ramadhan.

Kenapa tidak kita teruskan ibadah berjamaahnya? Apalagi sekarang Muharam, bulan ini dijadikan sebagai momentum hijrah bagi muslim.
Mari kita shalat berjamaah di masjid, jika tidak mau, berarti ada yang salah dalam diri kita.

Kemudian Shalat Subuh bersama forum RT/RW, sehingga terlihat kedekatan pejabat dengan rakyatnya. Dampaknya luar biasa. Bukan hanya masjid yang hidup, tempat kita tinggal akan mendapat berkah dari langit.

Apalagi jika gaya memimpin bupati/walikota seperti Umar bin Abdul Aziz. Subhanallah.
Kini saatnya kita kembali ke masjid. khususnya melakukan Shalat Subuh jamaah. Seorang Yahudi berkata:
"Bangsa kami, Yahudi, baru akan takut jika Umat Islam telah melaksanakan Shalat Subuh seperti melakukan Shalat Jumat."
Tidak ada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan. Mari mulai sekarang juga, kita makmurkan masjid di kompleks perumahan kita, di tempat kerja maupun di pusat perbelanjaan (jika memungkinkan).
Hilangkan perbedaan yang tidak syar’i, kecurigaan terhadap sesama umat.

Kamis, 30 September 2010

buat kalian ulul albab

buat ulul albab (orang yang memiliki akal)

Allah swt telah menciptakan alam sekitar beserta isinya dengan segala peraturan yang teratur adalah bukti nyata akan sebuah keagungan-Nya Ekosistem yang kita pelajari di bangku sekulahan dulu membuka ingatan kita bagaimana PREDATOR memangsa mangsanya/ elang membutuhkan ular buat hidup, ular membutuhkan kodok buat hidup dan pernahkah kita tau bahwa kodok di dunia ini habis?? planet bumi juga tidak sendiri,,,,, ditemani oleh 8 planet lainnya dan dengan berjuta bintang, satelit dan kedasyatan matahari namun semua tertata dalam MAKRO KOSMOS yang luar biasa teraturnya.

akhir-akhir ni,,, begitu banyak fenomena yang terjadi di alam sekitar kita, India dikabarkan hujan darah jepang dikabarkan hujan kodok masjidil haram bersinar cerah saat adzan berkumandang anak lahir dengan tulisan arab di kakinya bahkan putra ustadz Indonesia Ustadz Uje (jefri) yang dauntelinganya membentuk tulisan berlafal Allah

semua kejadian itu membuat mata terpengangah, artis-artis Indonesia, para pakar politik, pelajar, bahkan para Islam KTP menyeru Allahu Akbar!!! seakan mereka kagum dan mendadadak percaya akan kebesaran Allah.
padahal dalam QS : Ali Imron(3): 190 yang artinya

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal"

dari ayat itu hendaknya kita kaji, dan bukan hal dadakan untuk mengakui kebesaran Allah lewat fenomena alam yang tak umum di dunia ini, tapi hendaknya kita harus kagum semenjak kita dapat mengetahui dunia ini, semenjak mata ini tahu pohon yang rindang, apakah kita tahu satu bentuk pohon yang rindang itu tidak ada satu manusia terhebat didunia inipun yang mampu untuk menciptakannya
semenjak kita tahu ayam yang berkokok, pakah kita menyadari bahwa ayam itu tidak ada satu pakarpun yang mendeklarasikan dirinya sebagai genius di dunia ini yang dapat membuatnya,

Allahu Akbar
Allahu Akbar

jadi intinya, naif jika kita tidak memandang dunia ini sebagai tempat kita mengingat pada Allah swt
pada QS Ali-Imran(3): 192
"yAitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri maupun duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi......."

dari ayat tersebut kita mestinya dapat menempatkan semua yang ada di jagad raya ini sebagai tempat bertaqruf kepada Allah, baik itu dalam segala keadaan situasi dan kondisi, duduk berdiri berbaring makan jalan-jalan bekerja belajar dlllllll

sebagai metode cara kita untuk mengenal Allah swt

dzikirulloh (mengingat Allah) tak lengkap jika kita tak segera mengakui sejuta kesalahan kita dan memohon ampun kepada Allah swt
QS An Nisa(4): 17
"sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan (Kilaf)......"

taubat hanya untuk orang yang tidak sengaja dalam melanggar larangan Allah dari ayat itu sesegera mungkin kita mesti bertaubat saat ingat dosa, saat memohon ampun. tidak ada kata untuk menunda-nunda.
semoga kita tergolong dalam manusia yang penuh hidayah Allah untuk selalu dekat dan merindukan Allah

huAllahualamwasoib...

Senin, 30 Agustus 2010

HUTANG PIUTANG

ADAB UTANG PIUTANG


06 Desember 2009
Dalam ajaran Islam, utang-piutang adalah muamalah yang dibolehkan, tapi diharuskan untuk ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena utang bisa mengantarkan seseorang ke surga, dan sebaliknya juga menjerumuskan seseorang ke neraka.

Islam memuji pedagang yang menjual barang kepada orang yang tidak mampu membayar tunai, lalu memberi tempo, membolehkan pembelinya berutang. Islam menjanjikan pedagang itu berpotensi masuk surga, sebagaimana hadits Rasulullah saw: “Bahwasanya ada seseorang yang meninggal dunia lalu dia masuk surga, dan ditanyakanlah kepadanya, ‘amal apakah yang dahulu kamu kerjakan?’ Ia menjawab, ‘Sesungguhnya dahulu saya berjualan. Saya memberi tempo (berutang) kepada orang yang dalam kesulitan, dan saya memaafkan terhadap mata uang atau uang.” (HR. Muslim)

Menurut ulama pensyarah hadits, kata-kata “memaafkan terhadap mata uang atau uang” di situ adalah, bahwa yang bersangkutan memberikan kemurahan kepada pengutang dalam membayar utangnya. Bila terdapat sedikit kekurangan pembayaran dari yang semestinya, kekurangan itu di abaikan dengan hati lapang.
Keutamaan/fadhilah bagi pemberi utang:
* Siapa yang memberi pinjaman atas kesusahan orang lain, maka dia ditempatkan di bawah naungan singgasana Allah pada hari kiamat. (HR. Thabrani, Ibnu Majah, Baihaqi)
* Barangsiapa meminjamkan (harta) kepada orang lain, maka pahala shadaqah akan terus mengalir kepadanya setiap hari dengan jumlah sebanyak yang dipinjamkan, sampai pinjaman tersebut dikembalikan. (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah). Contohnya, si Fulan meminjam uang sebesar Rp. 1.000 kepada Fulanah. Fulanah akan mengembalikan uang tersebut dalam tempo 10 hari. Maka selama sepuluh hari itu si Fulan mendapatkan pahala shadaqah Rp. 1.000 setiap harinya.

* Dua kali memberikan pinjaman, sama derajatnya dengan sekali bershadaqah. (HR. Bukhari, Muslim, Thabrani, Baihaqi).

Menghindari Utang.
Sebaliknya, Islam menyuruh pembeli menghindari utang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai. Karena utang, menurut Rasulullah SAW, penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Utang juga dapat membahayakan akhlaq, kata Rasulullah, “Sesungguhnya seseorang apabila berutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).
Rasulullah pernah menolak menshalatkan jenazah sesorang yang diketahui masih meninggalkan utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Sabda Rasulullah, “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya.” (HR. Muslim).
Bagaimana Islam mengatur berutang-piutang yang membawa pelakunya ke surga dan menghindarkan dari api neraka ? Perhatikanlah adab-adabnya di bawah ini:
Adab Umum
* Agama membolehkan adanya utang-piutang, untuk tujuan kebaikan. Tidak dibenarkan meminjam atau memberi pinjaman untuk keperluan maksiat. (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Hakim)
* Pembayaran tidak boleh melebihi jumlah pinjaman. Selisih pembayaran dan pinjaman dan pengembalian adalah riba. Jika pinjam uang sejuta, kembalinya pun sejuta, tidak boleh lebih. Boleh ada kelebihan pembayaran, berubah hadiah, asal tidak diakadkan sebelumnya. (HR. Bukhari, Muslim, Abdur Razak).
* Jangan ada syarat lain dalam utang-piutang kecuali (waktu) pembayarannya. (HR. Ahmad, Nasa’i).


Adab untuk pemberi utang

* Sebaiknya memberi tempo pembayaran kepada yang meminjam agar ada kemudahan untuk membayar. (HR. Muslim, Ahmad).
* Jangan menagih sebelum waktu pembayaran yang sudah ditentukan. (HR. Ahmad)
* Hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi).
* Boleh menyuruh orang lain untuk menagih utang, tetapi terlebih dahulu diberi nasihat agar bersikap baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan ditagih. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim).



Adab bagi pengutang


* Sebaik-baik orang adalah yang mudah dalam membayar utang (tidak menunda-nunda). (HR. Bukhari, Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi).
* Yang berutang hendaknya berniat sungguh-sungguh untuk membayar. (HR. Bukhari, Muslim)
* Menunda-nunda utang padahal mampu adalah kezaliman. (HR. Thabrani, Abu Dawud).
* Barangsiapa menunda-nunda pembayaran utang, padahal ia mampu membayarnya, maka bertambah satu dosa baginya setiap hari. (HR. Baihaqi).
* Bagi yang memiliki utang dan ia belum mampu membayarnya, dianjurkan banyak-banyak berdoa kepada Allah agar dibebaskan dari utang, serta banyak-banyak membaca surat Ali Imran ayat 26. (HR. Baihaqi)
* Disunnahkan agar segera mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) setelah dapat membayar utang. (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ahmad).
Bila ada orang yang masuk surga karena piutang, kelak akan ada juga orang yang kehabisan amal baik dan akan masuk neraka karena lalai membayar utang. Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa (yang berutang) di dalam hatinya tidak ada niat untuk membayar utangnya, maka pahala kebaikannya akan dialihkan kepada yang memberi piutang. Jika masih belum terpenuhi, maka dosa-dosa yang memberi utang akan dialihkan kepada orang yang berutang.” (HR. Baihaqi, Thabrani, Hakim).


I. PENGERTIAN
Kata Hawalah, huruf haa’ dibaca fathah atau kadang-kadang dibaca kasrah, berasal dari kata tahwil yang berarti intiqal (pemindahan) atau dari kata ha’aul (perubahan). Orang Arab biasa mengatakan haala ’anil ’ahdi, yaitu berlepas diri dari tanggung jawab. Sedang menurut fuqaha, para pakar fiqih, hawalah adalah pemindahan kewajiban melunasi hutang kepada orang lain.[1]

Hiwalah merupakan pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah ulama, hiwalah adalah pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang).


II. DASAR HUKUM HIWALAH
Islam membenarkan hiwalah dan membolehkannya karena ia diperlukan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah” (HR. Bukhari).
Pada hadis ini, Rasulullah SAW memerintahkan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang meng-hiwalah-kan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang di-hiwalah-kan (muhal ‘alaih), dengan demikian haknya dapat terpenuhi (dibayar).
Dan Menurut hadist riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
Dan menurut Ijma para Ulama, akad hiwalah telah disepakati boleh untuk dilakukan. Hal ini didasari kepada kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”


III. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT DALAM HIWALAH
Dalam hal ini, rukun akad hiwalah adalah muhil, yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang, muhal , yakni orang berpiutang kepada muhil. Dan muhal ‘alaih, yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhal, muhal bih 1, yakni hutang muhil kepada muhal, dan juga muhal bih 2 sebagai hutang muhal alaih kepada muhil dan rukun terakhir adalah sighat (ijab-qabul), Untuk sahnya hiwalah disyaratkan hal-hal berikut: pertama, relanya pihak muhil dan muhal tanpa muhal ‘alaih berdasarkan dalil kepada hadis di atas. Rasulullah SAW telah menyebutkan kedua belah pihak, karenanya muhil yang berhutang berkewajiban membayar hutang dari arah mana saja yang sesuai dengan keinginannya. Dan karena muhal mempunyai hak yang ada pada tanggungan muhil, maka tidak mungkin terjadi perpindahan tanpa kerelaannya.
Kedua, samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaian, tempo waktu, serta mutu baik dan buruk. Maka tidak sah hiwalah apabila hutang berbentuk emas dan di-hiwalah-kan agar ia mengambil perak sebagai penggantinya. Demikian pula jika sekiranya hutang itu sekarang dan di-hiwalah-kan untuk dibayar kemudian (ditangguhkan) atau sebaliknya. Dan tidak sah pula hiwalah yang mutu baik dan buruknya berbeda atau salah satunya lebih banyak.
Ketiga, stabilnya hutang. Jika peng-hiwalah-an itu kepada pegawai yang gajinya belum lagi dibayar, maka hiwalah tidak sah. Keempat, kedua hak tersebut diketahui dengan jelas. Apabila hiwalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggungan muhil menjadi gugur. Andaikata muhal ‘alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia, muhal tidak boleh lagi kembali kepada muhil. Demikianlah menurut pendapat jumhur (kebanyakan) ulama. Berikut adalah proses dalam akad Hiwalah berdasarkan definisinya:


Gambar 1. Proses akad Hiwalah berdasarkan definisinya



IV. BERAKHIRNYA HIWALAH
Apabila kontrak hiwalah telah terjadi, maka tanggungan muhil menjadi gugur. Jika muhal’alaih bangkrut (pailit) atau meninggal dunia, maka menurut pendapat Jumhur Ulama, muhal tidak boleh lagi kembali menagih hutang itu kepada muhil. Menurut Imam Maliki, jika muhil “menipu” muhal, di mana ia menghiwalahkan kepada orang yang tidak memiliki apa-apa (fakir), maka muhal boleh kembali lagi menagih hutang kepada muhil.


V. FATWA MUI HIWALAH
Seiring dengan berkembangnya institusi keuangan Islam di Indonesia, maka suatu aturan hukum turut pula dikembangkan untuk melegalisasi serta melindungi akad-akad yang sesuai Syari’ah Islam diterapkan dalam Sistem Keuangan Islam di Indonesia. Maka dari itu, Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa No: 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah disebutkan bahwa pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).


VI. JENIS-JENIS HIWALAH
Akad Hiwalah, dalam praktiknya dapat dibedakan ke dalam dua kelompok. Yang pertama adalah berdasarkan jenis pemindahannya. Dan yang kedua adalah berdasarkan rukun Hiwalahnya. Kelompok pertama yang berdasarkan jenis pemindahannya, terdiri dari dua jenis Hiwalah, yaitu Hiwalah Dayn dan Hiwalah Haqq. Hiwalah Dayn adalah pemindahan kewajiban melunasi hutang kepada orang lain. Sedangkan Hiwalah Haqq adalah pemindahan kewajiban piutang kepada orang lain.[1]
Hiwalah Dayn dan Haqq sesungguhnya sama saja, tergantung dari sisi mana melihatnya. Disebut Hiwalah Dayn jika kita memandangnya sebagai pengalihan hutang, sedangkan sebutan Haqq, jika kita memandangnya sebagai pengalihan piutang. Berdasarkan definisi ini, maka anjak piutang (factoring) yang terdapat pada praktik perbankan, termasuk ke dalam kelompok Hiwalah Haqq, bukan Hiwalah Dayn.
Kelompok kedua yaitu Hiwalah yang berdasarkan rukun Hiwalah, terdiri dari Hiwalah Muqayyadah dan Hiwalah Muthlaqah. Hiwalah Muqayyadah adalah Hiwalah yang terjadi dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal Alaih, dengan mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya. Maka dalam rukun Hiwalah, terdapat Muhal bih 2.
Hiwalah Muthlaqah adalah Hiwalah dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal alaih, tanpa mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya, karena memang hutang muhal alaih tidak pernah ada padanya. Dengan demikian, Hiwalah Muthlaqah ini sesuai dengan konsep anjak piutang pada praktik Perbankan, dimana tidak ada hutang muhal alaih kepadanya sehingga didalam rukun hiwalahnya, tidak terdapat Muhal bih 2.



VII. APLIKASI HIWALAH DALAM INSTITUSI KEUANGAN
Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.[2] Proses penagihan hutangnya dapat dilihat dalam flowchart berikut:


Gambar 2. Skema Hiwalah[1]

Saat ini, akad hiwalah juga dapat diaplikasikan di Lembaga Keuangan Syari’ah, seperti anjak piutang maupun debt transfer. BMT BIF Gedongkuning sebagai salah satu Lembaga Keuangan Syari’ah juga menggunakan akad hiwalah sebagai salah satu produk pembiayaan. Akad hiwalah digunakan jika anggota mengajukan pinjaman untuk keperluan membayar biaya Rumah Sakit, sekolah atau membayar hutang anggota di pihak lain yang hampir jatuh tempo. Dalam pelaksanaan akad hiwalah tersebut, BMT BIF Gedongkuning mengenakan fee.
Namun, dalam prakteknya di BMT BIF Gedongkuning hanya dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak BMT BIF dan pihak anggota, sehingga jika dilihat, praktek tersebut hampir sama dengan akad al-Qard (hutang piutang).
Setelah melakukan penelitian di BMT BIF Gedongkuning Yogyakarta tentang praktek hiwalah, dapat diambil kesimpulan antara lain: dari segi subyek, akad hiwalah di BMT BIF Gedongkuning adalah sah. Dimana anggota sebagai muhil, pihak lain (Rumah Sakit, sekolah atau person) adalah muhal, BMT BIF Gedongkuning adalah muhal ‘alaih. Dari segi sigah, tidak sah karena salah satu dari tiga pihak tidak mengetahui adanya akad hiwalah.[2]
Dengan melihat berbagai transaksi modern saat ini yang menggunakan akad Hiwalah, ditemukan bahwa telah terjadi perubahan model dalam proses akad Hiwalah. Dimana pada model klasik berdasarkan definisi, Muhil menjadi hilang tanggung jawab hutangnya karena muhal ’alaih yang meneruskan hutang muhil kepada Muhal karena Muhal ’alaih telah memiliki hutang kepada muhil sebelumnya.
Namun dalam model modern saat ini, Muhil masih bertanggungjawab terhadap hutangnya. Hanya pihak piutangnya saja yang berpindah dari muhal ke muhal ’alaih. Dengan membandingkan Gambar 3 dan Gambar 1, kita bisa melihat perbedaanya.
Kemudian contoh yang lain adalah dalam praktek Credit Card, istilah yang pas (sesuai) adalah hiwalah haqq, karena terjadi perpindahan menuntut tagihan (piutang) dari nasabah kepada bank oleh merchant. Contoh ini pun sama dengan contoh BMT, dimana dari segi sigah, transaksi ini tidak sah dikarenakan salah satu dari tiga pihak tidak mengetahui adanya akad hiwalah.


Gambar 3. Proses akad Hiwalah yang terjadi saat ini
VIII. KESIMPULAN
Akad hiwalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 12/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan akad Hiwalah, yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia


Gadai yang kita kenal selama ini di Indonesia identik dengan Perum Pegadaian, dengan motonya “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah” sebagai satu-satunya perusahaan yang mengusahakannya. Dulu, pegadaian sering disamakan dengan kesusahan dan berhubungan dengan masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga kebanyakan orang malu untuk datang kepegadaian. Sekarang kondisinya sudah lain, pegadaian tumbuh menjadi sarana untuk mendapat dana bagi semua golongan masyarakat, dari petani sampai pengusaha berdasi.
Gadai secara umum berupa transaksi peminjaman sejumlah uang dengan memberikan jaminan berupa perhiasan (emas, perak platina), barang elektronik (TV, kulkas, radio, tape, video), kendaraan (sepeda, motor, mobil), barang-barang pecah belah, mesin jahit, mesin motor kapal, tekstil (kain batik, permadani) dan barang lainnya yang dianggap bernilai.
Jumlah uang yang dipinjamkan tergantung nilai taksir barang-barang yang dijaminkan dan berkisar antara 80 – 90 persen nilai taksir barang. Taksiran atas barang jaminan tersebut didasarkan harga lokal secara kontinu di perbaharui, sehingga sesuai dengan nilai pasarnya. Lama peminjaman biasanya tidak lebih dari empat bulan, karena merupakan usaha pemenuhan kebutuhan jangka pendek, dengan tingkat bunga 1,25 – 1,75 persen per 15 hari. Apabila setelah jangka waktu yang ditetapkan, penggadai tidak dapat menebus barangnya kembali (melunasi pinjaman yang diberikan) maka barang yang digadaikan akan dilelang dan nilai lelang akan digunakan untuk melunasi pinjaman beserta bunganya dan sisanya dikembalikan kepada penggadai.
Berdasarkan neraca yang dipublikasikan oleh Perum Pegadaian tanggal 30 Juni 2001, pada Juni 200 pinjaman yang diberikan sebesar Rp 883.194.045.000 dan pada Juni 2001 mengalami peningkatan sebesar 47 persen menjadi Rp 1.229.542.195.000. Sementara laba yang berhasil dibukukan pada Juni 2001 sebesar Rp 201. 637.058.000 atau meningkat sebesar 13 persen dari periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan masih tingginya animo masyarakat dan peluang usaha gadai yang masih sangat prospektif.
Rahn, Gadai dalam perspektif Islam Dalam Islam, gadai dikenal dengan istilah ar rahn atau ar rahnu. Istilah ini tercantum dalam Al Quran surat Al Baqarah : 283, “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”. Ayat ini secara jelas menyebutkan barang tanggungan yang dipegang, yang didalam dunia perbankan akan berarti jaminan/collateral atau objek pegadaian.
Selain itu disebutkan pula dalam sebuah hadist, “Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah berkata: Apabila ada ternak yang digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaganya). Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya” (HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasai, Bukhari no. 2329, Kitab Ar Rahn).
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang. Sedangkan menurut Syafii Antonio, ar rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai.
Perbedaan mendasar antara produk gadai di perbankan syariah dengan gadai konvensional adalah pengenaan biaya. Pada gadai konvensional, biayanya adalah bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda. Dalam perbankan syariah, biaya ar rahn ditetapkan sekali dan dibayar dimuka, yang ditujukan untuk biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran.
Rahn, Produk Perbankan Syariah Di beberapa negara Islam termasuk diantaranya adalah Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional, Bank Islam Malaysia misalnya, mengeluarkan produk dengan nama Ar Rahnu Scheme. Dalam skim ini, bank memberikan pinjaman al qard kepada pemohon dan pemohon memberikan barangnya sebagai jaminan atas pinjaman tersebut. Bank menjamin keamanan barang tersebut dan mengenakan kepada nasabah fee atau upah atas jasa pemeliharaannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka produk gadai atau ar rahn ini dapat diadopsi menjadi salah satu produk perbankan syariah. Mengenai gadai atau rahn ini telah disebutkan secara eksplisit didalam UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah dari Bank Indonesia.

Manfaat yang dapat diambil oleh perbankan syariah berkaitan dengan ar rahn adalah
(1) menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas yang diberikan oleh bank, (2) memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank, (3) jika rahn ditetapkan dalam mekanisme pegadaian, maka sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana terutama di daerah-daerah, dan (4) bank menerima biaya konkrit yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset berdasarkan fidusia maka nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.
Resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah adanya resiko tak terbayarnya hutang nasabah (wanprestasi) dan terjadinya resiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
Bagaimanapun juga masih sedikitnya produk-produk perbankan syariah yang beredar dan dikenal oleh masyarakat Indonesia, sehingga produk rahn ini merupakan salah satu alternatif produk baru yang dapat dikeluarkan. Tentunya perlu kajian lebih luas dan dalam untuk pengeluarannya, seperti mengenai ruang penyimpanan, keahlian yang diperlukan berkaitan dengan penaksiran nilai barang, perawatan dan pemeliharaan barang yang digadaikan dan lain sebagainya. Namun, hal tersebut tidaklah merupakan suatu masalah besar untuk menerapkan dan mengaplikasikan ar rahn.