IDEALNYA
PENDIDIK MENJADI INSPIRATOR BAGI PESERTA DIDIKNYA
Pendidik sebagaimana kita ketahui, banyak yang
menafsirkan sebagai seorang yang serba bisa dihadapkan pada peserta didiknya,
sehingga akan merasa malu atau gengsi jika seorang Pendidik kalah ilmu dihadapan
Peserta didiknya. Padahal di era sekarang ini, kemajuan teknologi akan
menjadikan seseorang lebih cepat mendapatkan informasi. Namun perkembangan
teknologi sebenarnya juga tidak bisa dijadikan alasan satu-satunya. Karena
menurut “Nana
Syaodih S. (1997: 67) menyatakan bahwa sebenarnya sejak dahulu teknologi sudah
ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Kalau manusia pada zaman dulu memecahkan kemiri
dengan batu atau memetik buah dengan galah, sesungguhnya mereka sudah
menggunakan teknologi, yaitu teknologi sederhana. Dan idealnya pendidik dari
jaman dahulu harus berani mengatakan maaf saya belum mengetahui, maaf saya
belum temukan, maaf akan saya jawab pada pertemuan yang akan datang, dsb.
Sebenarnya Pendidik sebagaimana dilukiskan Earl V
Pullias dan james young bukan hanya menjadi sumber pentransfer ilmu pengetahuan
saja, menjadi mesin pengisi botol kosong saja akan tetapi juga berperan sebagai
pembimbing, pemberi teladan, moderator, modernisator, peneliti, atau paling
tidak sebagai pemberi inspirasi bagi Peserta didiknya. Peran
pendidik sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan
interpersonal antara pendidik dengan siswa yang dibimbingnya. Lebih jauh, Abin Syamsuddin (2003)
menyebutkan bahwa pendidik sebagai pembimbing dituntut
untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam
belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas
kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa,
peran pendidik tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor
profesional. Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah siswa yang
mungkin bisa dibimbing oleh pendidik yaitu masalah yang termasuk kategori
ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu,
berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal,
berpacaran, mencuri kelas ringan.
Seharusnya
setiap kali ada kasus-kasus seperti tersebut diatas pendidik harus melakukan
diagnosa awal, kenapa anak melakukan hal tersebut dan sebagainya, saya jadi
teringat waktu dulu saya sebagai peserta didik, ada salah satu teman saya yang
selalu dating terlambat sekolah, setiap kali terlambat dia selalu mendapat pertanyaan
dari setiap pendidik yang bertemu, dan tak heran kadang ada sanksi oleh
pendidik jam mengajar dan lain sebagainya, namun setiap kali dia menjalankan
sanksi sanksinya ada salah satu pendidik BK yang menyelamatkannya, ternyata
menueurt BK anak tersebut harus berjalan hamper 7 KM dari rumahnya untuk
mendapatkan angkot menuju sekolah dan hal itu sudah dia lakukan hamper 2
tahunan lebih.
Pendidik harus dapat menjadi contoh (suri teladan)
bagi peserta didik, karena pada dasarnya pendidik adalah representasi dari
sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat
menjadi teladan, yang dapat digugu sekaligus ditirukan peserta didiknya, pendidik
mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta
didik. Karena pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukkan oleh
peserta didik salah satu faktornya dipengaruhi oleh pengalaman- pengalaman yang
didapat dari seorang pendidik.
Pendidik sebagai inspirator, secara langsung
dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, luwes dalam
berkomunikasi, rendah hati, selalu ingin belajar dan bekerja keras,
fleksibilitas dalam bergaul, berani bersikap, memiliki prinsip dalam kebenaran,
dan yang paling utama tidak merasa bosan menjadi seorang pendidik.
Sedangkan
menurut Depdikbud kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik (Komponen
Dasar Kependidikan :25-26 ) adalah :
Kompetensi
Profesional, pendidik
harus memiliki pengetahuan yang luas dari subject matter (
bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi dalam arti
memiliki konsep teoritis mampu memilih metode dalam proses belajar mengajar.
Kompetensi Personal, artinya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu
menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki
kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan seperti
yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing
Madya Mangun Karsa. Tut Wuri Handayani”
Kompetensi Sosial, artinya pendidik harus mampu menunjukkan dan
berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama pendidik
dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.
Kompetensi
untuk melakukan pelajaran yang sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan
nilai-nilai sosial dari nilai material.
Pendidik harus mudah menyesuaikan diri dengan
perubahan psikologi anak, harus mampu menjawab setiap permasalahan anak dengan
mendorong dia untuk tumbuh berkembang dengan sendirinya, memberi jawaban dengan
bahasa yang santun dan rendah hati kepada peserta didik, sehingga peserta didik
senantiasa merasa nyaman dan senang bila ada di dekatnya, pendidik senantiasa
membenarkan pendapat anak dan hanya meluruskan namun tetap mendorong setiap
potensi yang ada pada peserta didiknya. Pendidik senantiasa menjadi figure baik
di panggung sekolah maupun dalam interaksinya di luar sekolah, harus
menunjukkan performnya sebagai seseorang yang menjawab semua tantangan hidup
dengan ilmunya, dan menunjukkan betapa dasyatnya orang yang kaya ilmu mampu
segala-galanya dalam mensikapi kehidupan
Coba bayangkan, seandainnya pendidik memperlihatkan
kebosanannya sebagai seorang pendidik di hadapan Peserta didik, maka apa yang
terjadi? Peserta didik akan kehilangan semangat untuk belajar dari Pendidiknya.
Sebagai contoh : bila seorang Pendidik selalu
berkeluh kesah dihadapan Peserta didiknya tentang pahitnya menjadi pendidik,
gajinya yang kecil, kebutuhan rumah tangganya yang selalu kekurangan, cicilan
motornya yang belum lunas, belum memiliki rumah sendiri dan lain sebagainnya,
maka selain Peserta didik akan merasa berdosa, merekapun akan enggan untuk
bertannya dengan pertanyaan pertanyaan yang kritis , karena mereka merasa
bersalah menambah beban pendidiknya dengan pertanyaan pertanyaan yang kritis. Akibatnya,
Peserta didik akan kehilangan inspirasi untuk berfikir dan berwawasan lebih
luas
Sebenarnya, kalau kita renungkan, jika seorang pendidik
mampu menjadi seorang fasilitator dan inspirator, maka penghargaan dan rasa
simpati dari peserta didik akan muncul dengan sendirinya, bukan penghargaan
secara material yang akan diperoleh tetapi lebih berharga dari itu, Pendidik
akan mendapat penghargaan non material yang tinggi terhadap pribadinya.
Sehingga kepuasan ketika melihat seluruh anak didiknya berkembang menjadi
generasi penerus yang handal bisa dirasakan, melihat ketika seluruh anak
didiknya menyapa kepada yang tua renta dengan tutur kata yang santun dan
membuat mantan peserta didinya merasakan apa yang dia dapatkan sekarang adalah
hasil dari melihat kerja keras dan semangat yang berkobar dari para pendidiknya
dulu.
Saya bangga menjadi pendidik karena saya “Sugih
tanpo bondo”. Aku kayak arena melihat dimanapun ada nak anakku bertebaran
membawa kebaikan bagi kehidupan ini.
NAMA : SUWANDI,S.PdI
(
PENDIDIK SMA MUH I KARANGANYAR )
Kopenan RT 01/ 05 Kebak, Jumantono Kab Karanganyar,
Solo Jateng 57782
Nomor HP :
081215853589
Nomor Rekening : BRI 1576-01-000617-53-8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar